Jumat, 29 April 2011

sistem respirasi ( laporan anfisman )

SISTEM RESPIRASI
I. Tujuan Percobaan
Setelah melalukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan peranan sistem respirasi dalam mempertahankan homeostatis tubuh, peran organ-organ yang terlibat dalam sistem respirasi, serta cara sederhana dalam mendeteksi adanya kelainan dalam sistem respirasi.

II. Teori Dasar
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup. Bahkan pohon pun memiliki sistem pernapasan.
1. Struktur Pernafasan Manusia
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernafas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
c. Laring
Dari faring, udara pernapasan akan menuju pangkal tenggorokan atau disebut juga laring. Laring tersusun atas kepingan tulang rawan yang membentuk jakun. Jakun tersebut tersusun oleh tulang lidah, katup tulang rawan, perisai tulang rawan, piala tulang rawan, dan gelang tulang rawan. Pangkal tenggorokan dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorokan (epiglotis). Jika udara menuju tenggorokan, anak tekak melipat ke bawah, dan ketemu dengan katup pangkal tenggorokan sehingga membuka jalan udara ke tenggorokan. Saat menelan makanan, katup tersebut menutupi pangkal tenggorokan dan saat bernapas katup tersebut akan membuka. Pada pangkal tenggorokan terdapat pita suara yang bergetar bila ada udara melaluinya. Misalnya saat kita berbicara.
d. Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
e. Bronkus
Bronkus tersusun atas percabangan, yaitu bronkus kanan dan kiri. Letak bronkus kanan dan kiri agak berbeda. Bronkus kanan lebih vertikal dari pada kiri. Karena strukturnya ini, sehingga bronkus kanan akan mudah kemasukan benda asing. Itulah sebabnya paru-paru kanan seseorang lebih mudah terserang penyakit bronkhitis. Pada seseorang yang menderita asma bagian otot-otot bronkus ini berkontraksi sehingga akan menyempit. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya lebih banyak benda asing yang menimbulkan reaksi alergi. Akibatnya penderita akan mengalami sesak napas. Sedangkan pada penderita bronkitis, bagian bronkus ini akan tersumbat oleh lendir. Bronkus kemudian bercabang lagi sebanyak 20–25 kali percabangan membentuk bronkiolus. Pada ujung bronkiolus inilah tersusun alveolus yang berbentuk seperti buah anggur.


f. Cabang-cabang Tenggorokan (Bronki)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
g. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.



2. Mekanisme Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur meskipun sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih kecil maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
a. Pernapasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut :
• Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
• Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.


b. Pernapasan Perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut :
• Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
• Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.
3. Volume udara pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernafasan manusia. Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses pernafasan mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum. Dalam keadaan normal, kegiatan inspirasi dan ekspirasi atau menghirup dan menghembuskan udara dalam bernafas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernafasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada pernafasan normal.
Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan. Volume udara pernapasan dapat diukur dengan suatu alat yang disebut spirometer.


Gambar : Spirometer
Besarnya volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan kebiasaan bernapas, serta kondisi kesehatan.

4. Pertukaran O2 dan CO2 dalam pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan.
Pekerja-pekerja berat termasuk atlet lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak. Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur besi dan globin yang berupa protein.






Gambar : Pertukaran O2 dan CO2 antara alveolus dan
Pembuluh darah yang menyelubungi
Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 4 Hb O2
(oksihemoglobin) berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi.
Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mmHg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mmHg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mmHg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya 104 mm, menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 - 40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mmHg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni sebagai berikut :
 Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
 Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
 Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut.
5. Energi dalam pernafasan
Energi yang digunakan dalam kegiatan respirasi bersumber dari ATP (Adenosin Tri Fosfat) yang ada pada masing-masing sel. ATP berasal dari bahan-bahan karbohidrat yang diubah menjadi fosfat melalui tiga tahapan. Mula-mula proses glikolisis oleh enzim glukokinase membentuk piruvat pada siklus Glukosa (Tahap I) kemudian tahap II, yakni siklus krebs (TCA = Tri Caboxylic Acid Cycle) kemudian tahap III, yakni tahap transfer elektron. Glikolisis terjadi di sitoplasma, siklus krebs terjadi di mitokondria.
6. Gangguan Pada Respirasi
Gangguan pada sistem pernapasan adalah terganggunya pengangkutan O2 ke sel-sel atau jaringan tubuh disebut asfiksi. Asfiksi ada bermacam-macam misalnya terisinya alveolus dengan cairan limfa karena infeksi Diplokokus pneumonia atau Pneumokokus yang menyebabkan penyakit pneumonia. Pada orang yang tenggelam, alveolusnya terisi air sehingga difusi oksigen sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali sehingga mengakibatkan orang tersebut shock dan pernapasannya dapat terhenti. Orang seperti itu dapat ditolong dengan mengeluarkan air dari saluran pernapasannya dan melakukan pernapasan buatan tanpa alat dengan cara dari mulut ke mulut dengan irama tertentu dan menggunakan metode Silvester dan Hilger Neelsen. Asfiksi dapat pula disebabkan karena penyumbatan saluran pernapasan oleh kelenjar limfa, misalnya polip, amandel, dan adenoid. Peradangan dapat terjadi pada rongga hidung bagian atas dan disebut sinusitis, peradangan pada bronkus disebut bronkitis, serta radang pada pleura disebut pleuritis. Paru-paru juga dapat mengalami kerusakan karena terinfeksi Mycobacterium tuber culosis penyebab penyakit TBC.
Pengangkutan O2 dapat pula terhambat karena tingginya kadar karbon monoksida dalam alveolus sedangkan daya ikat (afinitas) hemoglobin jauh lebih besar terhadap CO daripada O2 dan CO2. Keracunan asam sianida, debu, batu bara dan racun lain dapat pula menyebabkan terganggunya pengikatan O2 oleh hemoglobin dalam pembuluh darah, karena daya afinitas hemoglobin juga lebih besar terhadap racun dibanding terhadap O2. Gejala alergi terutama asma dapat pula menghinggapi sistem pernapasan begitu juga kanker dapat menyerang paru-paru terutama para perokok berat. Penyakit pernapasan yang sering terjadi adalah emfisema berupa penyakit yang terjadi karena susunan dan fungsi alveolus yang abnormal.
III. Alat dan Bahan

• Alat :
 Spirometer
 Alat pengukur
 Stetoskop
• Bahan :
 Etanol 70 %
 Kapas


IV. Prosedur Percobaan
a. Proses inspirasi dan ekspirasi
• Ukurlah rongga dada rekan praktikan pada saat mengalami respirasi normal ( inspirasi dan ekspirasi normal)
• Diukur pula rongga dada rekan praktikan saat menarik nafas dalam (inspirasi dan ekspirasi normal)
• Bagian rongga dada diukur adalah daerah axial dan xiphoid
b. Bunyi pernafasan
• Menempatkan stetoskop pada berbagai posisi di punggung
• Didengarkan bunyi pernafasan rekan praktikan
• Dihitung frekuensi pernafasan ( jumlah pernafasan / menit)
• Dibahas kekuatan serta bunyi pernafasan rekan praktikan
c. Menentukan perbandingan Volume Tidal (VT), Volume Ekspirasi Cadangan (VEC), dan Volume Inspirasi Cadangan (VIC)
Dengan menggunakan spirometer. Lakukan hal-hal berikut :
• Dilakukan inhalasi normal kemudian ekshalasikan normal ke dalam spirometer
• Dicatat nilai yang tertera pada spirometer
• Nilai yang diperoleh adalah nilai VT
• Dilakukan ekshalasi normal
• Setelah itu diekshalasikan sekuat-kuatnya ke dalam spirometer
• Dicatat nilai yang tertera pada spirometer
• Nilai yang diperoleh adalah nilai Kapasitas Vital (KV)
• Nilai KV dapat diperoleh nlai VIC :
• KV = VT + VIC + VEC, maka
• VIC = KV – (VT + VEC)

V. Data Pengamatan
a. Prose inspirasi dan ekspirasi
 Rongga dada respirasi internal : 99,5 cm
 Rongga dada inspirasi maksimum : 100 cm
b. Bunyi pernafasan
• Frekuensi pernafasan 20 x per menit
c. Menentukan perbandingan VT, VEC, dan VIC

o VT = 500
o VEC = 1300
o KV = 3200
o VIC = KV – (VT+VEC)
= 3200 – (500+1300)
= 3200 – 1800
=1400
o VT : VEC : VIC = 500 : 1300 : 1400
= 1 : 2,6 : 2,8

Proses Komponen yang Terlibat Perubahan yang Terjadi
Ekspirasi • Tulang rusuk
• Diafragma
• Rongga dada • Tulang rusuk menurun
• Diafragma melengkung
• Rongga dada mengecil
Inspirasi  Tulang rusuk
 Difragma
 Rongga dada  Tulang rusuk terangkat
 Diafragma lurus
 Rongga dada membesar
VI. Gambar Sistem Respirasi Pada Manusia






























VII. Pembahasan
a. Proses inspirasi dan ekspirasi
Pada proses inspirasi dan ekspirasi pada percobaan ini merupakan respirasi dada karena mengukur perubahan ukuran dada ketika melakukan proses inspirasi dan ekspirasi. Pada percobaan, ketika proses inspirasi dan ekspirasi dilakukan dan dilakukan pengukuran pada dada tepat di daerah axila dan xiphoid (daerah yang lurus dengan ketiak), maka hasil yang didapat ukuran dada ketika melakukan inspirasi lebih besar daripada ekpirasi. Hal ini disebabkan oleh proses inspirasi dan ekspirasi itu sendiri. Pada proses inspirasi dan ekspirasi komponen organ yang terlibat sama, tetapi berbeda pada komponen organ yang berbeda. Proses inspirasi merupakan proses memasukkan udara ke dalam tubuh. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk ke dalam tubuh. Ketika memasukkan udara ke dalam tubuh, rongga dada membesar, tulang rusuk tertarik ke atas dan otot diafragma lurus. Sedangkan pada proses ekspirasi merupakan proses mengeluarkan udara dari dalam tubuh. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil dan otot diafragma melengkung. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
b. Bunyi pernafasan
Pada percobaan ini, jumlah frekuensi pernafasan yang di dapat sebanyak 20 x per menit. Sedangkan kekuatan dan bunyi pernafasan tidak terlalu kuat dan tidak terdapat suara yang asing, artinya pernafasan pada orang yang diuji tidak terjadi gangguan atau penyakit. Jika pada saat mendengarkan bunyi suara terdapat bunyi yang asing seperti pengikan, besar kemungkinan proses pernafasan terganggu atau mengidap penyakit asma. Sedangkan jumlah frekuensi pernafasan melebihi jumlah frekuensi pernafasan normal yaitu 12 x permenit, ini disebabkan tidak terlalu terdengarnya bunyi pernafasan dan suasana yang rame sehingga kemungkinan terjadi kesalahan dalam pendengaran atau ketika dipriksa orang yang diperiksa tidak teratur dalam mengatur pernafasannya atau orang tersebut sedang kelelaha sehingga mempengaruhi frekuensi pernafasan.
c. Menentukan perbandingan volume tidal (VT), volume ekspirasi cadangan (VEC), dan volume inspirasi cadangan (VIC)
Untuk menentukan VT, VEC, dan VIC dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut spirometer. Volume tidal merupakan volume udara pada waktu inspirasi atau ekspirasi secara normal. Nilai VT bisa diperoleh dengan cara melakukan inhalasi secara normal dan kemudian ekshalasi ke dalam spirometer. Pada percobaan nilai VT di dapat 500 mL. VEC merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan berekspirasi sekuat-kuatnya pada saat akhir ekspirasi normal. Pada percobaan VEC didapat 1300 mL. Sedangkan VIC merupakan volume ekstra udara yang masih dapat dihirup setelah inspirasi normal sebagai volume udara tambahan terhadap volume-volume tidal. VIC dapat diperoleh dari persamaan :
KV = VT + VEC + VIC
VIC = KV – (VT + VEC)
KV merupakan kapasitas vital, yaitu jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum. Nilai KV dapat diperoleh dari alat spirometer dengan cara melakukan inhalasi sedalam mungkin dan ekshalasikan sekuat-kuatnya ke dalam spirometer. Pada percobaan nilai KV di dapat 3200 mL. Setelah mendapatkan nilai KV maka kita dapat mengetahui nilai VIC. Maka nilai VIC sebesar 1400 mL. Setelah mengetahui nilai VT, VEC, dan VIC, kita dapat mengetahui apakah pernafasan pada orang yang diuji normal atau tidak dengan cara membandingkan nilai VT, VEC, dan VIC. Pada pernafasan normal nilai perbandingan VT, VEC, VIC sebesar 1 : 2 : 6. Maka perbandingan nilai VT, VEC, dan VIC pada orang yang diuji adalah 1 : 2,6 : 2,8.
Setelah mengetahui perbandingan VT, VEC, dan VIC tersebut, dapat disimpulkan bahwa pernafasan pada orang tersebut tidak normal (menurut alat spirometer). Ketidak normalan tersebut dapat dipengaruhi oleh cara melakukan inhalasi dan ekshalasi yang tidak tepat, ukuran alat pernafasan, kemampuan dan kebiasaan bernafas, serta kondisi kesehatan.

VIII. Kesimpulan
 pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
 Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
 Proses inspirasi merupakan proses berkontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga rongga dada membesar dan diafragma lurus, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
 proses ekspirasi merupakan proses relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil dan diafragma melengkung. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
 Pada proses inspirasi dan ekspirasi, komponen organ yang telibat adalah tulang rusuk, rongga dada, dan otot diafragma.
 VT merupakan volume udara pada waktu inspirasi atau ekspirasi secara normal.
 VEC merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan berekspirasi sekuat-kuatnya pada saat akhir ekspirasi normal.
 VIC merupakan volume ekstra udara yang masih dapat dihirup setelah inspirasi normal sebagai volume udara tambahan terhadap volume-volume tidal.
 KV merupakan jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
 Kenormalan pernafasan dapat diketahui dengan cara melakukan perbandingan nilai VT, VEC, dan VIC.
 Nilai VIC dapat diketahui dengan cara :
KV = VT + VEC + VIC
VIC = KV – (VT + VEC)
IX. Daftar pustaka

Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid Satu. Erlangga: Jakarta.
Ganong, W. F. Fisiologi Kedokteran edisi 14. Penerbit buku kedokteran. EGC. alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto.
D.A. Pratiwi, 1997.Biologi SMU 2. Cetakan kedua, Jakarta : Erlangga
http://www.docstoc.com/docs/24556831/02-Bab-1 diakses pada tanggal 09/03/2011

sistem saraf ( laporan anfisman )

PERCOBAAN V
SISTEM SARAF
I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan struktur sel dan jaringan yang menyusun sistem saraf, anatomi dan fungsi otak, anatomi sumsum tulang belakang serta fungsi-fungsinya dan fungsi-fungsi sistem saraf otonom.

II. Teori Dasar
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Pada manusia terdapat sistem saraf yang jauh lebih berkembang dari pada sistem saraf mahluk lain ( khususnya otak ). Sistem saraf berfungsi menerima rangsang ( stimulus ) dari lingkungan atau rangsang yang terjadi di dalam tubuh, mengubah, menghantar dan mengolah rangsang serta mengkoordinasi dan mengatur fungsi tubuh melalui impuls-impuls yang di bebaskan dari pusat ke perifer.
Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu:
• Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
• Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
• Efektor adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan kelenjar.
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls (rangsangan). Satu sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.
a. Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson. Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom, badan golgi, lisosom, dan badan nisel. Badan nisel merupakan kumpulan retikulum endoplasma tempat transportasi sintesis protein.
b. Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang- cabang. Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.
c. Akson
Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang merupakan perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat benang-benang halus yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel- sel sachwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan makanan untuk neurit dan membantu pembentukan neurit. Lapisan mielin sebelah luar disebut neurilemma yang melindungi akson dari kerusakan. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier dan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan.

Ada tiga macam sel saraf yang dikelompokkan berdasarkan struktur dan fungsinya, yaitu:
• Sel saraf sensorik, adalah sel saraf yang berfungsi menerima rangsangan dari reseptor yaitu alat indera.
• Sel saraf motorik, adalah sel saraf yang berfungsi mengantarkan rangsangan ke efektor yaitu otot dan kelenjar. Rangsangan yang diantarkan berasal atau diterima dari otak dan sumsum tulang belakang.
• Sel saraf penghubung, adalah sel saraf yang berfungsi menghubungkan sel saraf satu dengan sel saraf lainnya. Sel saraf ini banyak ditemukan di otak dan sumsum tulang belakang. Sel saraf yang dihubungkan adalah sel saraf sensorik dan sel saraf motorik.
• Saraf yang satu dengan saraf lainnya saling berhubungan. Hubungan antara saraf tersebut disebut sinapsis. Sinapsis ini terletak antara dendrit dan neurit. Bentuk sinapsis seperti benjolan dengan kantung-kantung yang berisi zat kimia seperti asetilkolin (Ach) dan enzim kolinesterase. Zat-zat tersebut berperan dalam mentransfer impuls pada sinapsis.
Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh reseptor dari lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron. Impuls dapat juga dikatakan sebagai serangkaian pulsa elektrik yang menjalari serabut saraf. Contoh rangsangan adalah sebagai berikut:
• Perubahan dari dingin menjadi panas
• Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan
• Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung
• Suatu benda yang menarik perhatian.
• Suara bising
• Rasa asam, manis, asin dan pahit pada makanan
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut:






b. Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak. Bagannya sebagai berikut:


Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.
1. Sistem saraf pusat
• Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam rongga tengkorak, beratnya lebih kurang 1/50 dari berat badan. Bagian utama otak adalah otak besar (Cerebrum), otak kecil (Cerebellum), dan batang otak. Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak besar dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan belahan kiri.
Masing-masing belahan pada otak tersebut disebut hemister. Otak besar belahan kanan mengatur dan mengendalikan kegiatan tubuh sebelah kiri, sedangkan otak belahan kiri mengatur dan mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan.
Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di bawah otak besar. Otak kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan luar berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna putih. Otak kecil dibagi menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri dan belahan kanan yang dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasikan kerja otot ketika seseorang akan melakukan kegiatan.
Batang otak tersusun dari medula oblangata, pons, dan otak tengah. Batang otak terletak di depan otak kecil, di bawah otak besar, dan menjadi penghubung antara otak besar dan otak kecil. Batang otak disebut dengan sumsum lanjutan atau sumsum penghubung. Batang otak terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan dalam dan luar berwarna kelabu karena banyak mengandung neuron. Lapisan luar berwarna putih, berisi neurit dan dendrit. Fungsi dari batang otak adalah mengatur refleks fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut jantung, suhu tubuh, tekanan, darah, dan kegiatan lain yang tidak disadari.
• Sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar berwana putih dan lapisan dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf.
Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik, dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks.
2. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari dan ke sistem saraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat dan sistem saraf tepi membentuk perubahan cepat dalam tubuh untuk merespon rangsangan dari lingkunganmu. Sistem saraf ini dibedakan menjadi sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.
• Sistem saraf somatis
Sistem saraf somatis terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf sumsum tulang belakang. Kedua belas pasang saraf otak akan menuju ke organ tertentu, misalnya mata, hidung, telinga, dan kulit. Saraf sumsum tulang belakang keluar melalui sela-sela ruas tulang belakang dan berhubungan dengan bagian-bagian tubuh, antara lain kaki, tangan, dan otot lurik.
Saraf-saraf dari sistem somatis menghantarkan informasi antara kulit, sistem saraf pusat, dan otot-otot rangka. Proses ini dipengaruhi saraf sadar, berarti kamu dapat memutuskan untuk menggerakkan atau tidak menggerakkan bagian-bagian tubuh di bawah pengaruh sistem ini. Contoh dari sistem saraf somatis adalah sebagai berikut:
 Ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga akan sampai ke otak.Otak menterjemahkan pesan tersebut dan mengirimkan isyarat ke kaki untuk berjalan mendekati pintu dan mengisyaratkan ke tangan untuk membukakan pintu.
 Ketika kita merasakan udara di sekitar kita panas, kulit akan menyampaikan informasi tersebut ke otak. Kemudian otak mengisyaratkan pada tangan untuk menghidupkan kipas angin.
 Ketika kita melihat kamar berantakan, mata akan menyampaikan informasi tersebut ke otak, otak akan menterjemahkan informasi tersebut dan mengisyaratkan tangan dan kaki untuk bergerak membersihkan kamar.
• Sistem saraf otonom
otonom Sistem saraf mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita. Jaringan dan organ tubuh diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.
Sistem saraf simpatik disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena saraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12. Sistem saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf yang terdapat di sumsum tulang belakang. Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah sebagai berikut:
 Mempercepat denyut jantung
 Memperlebar pembuluh darah
 Memperlebar bronkus
 Mempertinggi tekanan darah
 Memperlambat gerak peristaltis
 Memperlebar pupil
 Menghambat sekresi empedu
 Menurunkan sekresi ludah
 Meningkatkan sekresi adrenalin
Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan daerah sakral. Susunan saraf parasimpatik berupa jaring - jaring yang berhubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik.
Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik. Contohnya:
 Memperlambat denyut jantung
 Memperkecil pembuluh darah
 Memperkecil bronkus
 Memperendah tekanan darah
 Mempercepat gerak peristaltis
 Memperkecil pupil
 Menstimulasi sekresi empedu
 Menaikkan sekresi ludah
 Menurunkankan sekresi adrenalin

III. Alat dan Bahan

 Alat
• Alat bedah
• Papan bedah
• Toples
• Statif dan klem
• Jarum
• Cawan petri
• Pipet tetes


 Bahan
• Asam asetat 2 %
• Air
• Larutan adrenalin 5 % b/v
• Larutan asetil kholin 5 % b/v
• Larutan NaCl o,9 %
• Mata katak ( 2 buah perkelopak )
• Hewan percobaan (2 buah katak
IV. Prosedur percobaan
Fisiologi
1. Sistem saraf
Percobaan meliputi pengamatan katak menurut kondisi sarafnya
a. Pengamatan pada katak dengan kondisi saraf normal ( katak normal )
• Katak di masukan ke dalam toples
• Kemudian katak diamati : pernapasan, gerak melompat, posisi kepala, gerak buka tutup mata
• Bejana dimiringkan pada berbagai posisi untuk mengamati kemampuan katak dalam menjaga keseimbangan tubuh
• Setelah itu katak di letakkan terlentang
• Dilakukan pengamatan refleks katak dengan cara:
 Katak digantung pada statif dengan mengikat kedua kaki depan nya. Sebuah jari kaki katak di jepit dengan pinset, refleks penarikan kaki diamati.
 Katak ditelentangkan, dada dan katak dibasahi dengan asam asetat 2 %. Dilakukan pengamatan apakah katak berusaha umtuk menghilangkan asam tersebut dengan anggota badannya.
 Toples diisi dengan air sampai stengah penuh. Katak dimasukkan ke dalam toples dan gerakannya diamati pada waktu berenang
b. Pengamatan pada katak dengan kondisi otak sudah dirusak( katak refleks/katak spinal )
• Di lakukan pengrusakan otak katak normal dngan cara Jarum dilewatkan melalui foramen magnum ke dalam otak
• Kemudian Jarum digerakkan kekiri dan ke kanan
• Dilakukan pengamatan seprti pada katak normal
c. Pengamatan pada katak dengan kondisi otak dan sumsum tulang belakang sudah dirusak ( katak tanpa sistem saraf )
• Asam yang tertinggal pada katak spinal di bersihkan
• Jarum dimasukkan ke saluran vertebrata katak spinal tersebut mulai dari tengkuk ( akibatnya: seluruh sistem saraf katak menjadi rusak)
• Lakukan pengaatan seperti pada katak normal
d. Pengamatan pada katak dengan kondisi otak hilang
• Seekor katak sehat di gunting rahang atas dan kraniumnya tepat di belakang mata ( rahang bawah tidak di gunting )
• Lakukan pengamatan seperti pada katak normal
2. Sistem saraf otonom
Percobaan yang di lakukan meliputi pengamatan efek adrenergik dan kolinergik pada pupil mata katak
• Kepala katak yang mengandung mata dipisahkan dari badan katak
• Kepala katak tersebut digunting longitudinal, sehingga setiap bagian mengandung satu mata
• Mata katak yg masih mengandung selaput dikeluarkan
• Diameter pupil mata katak diukur
• Satu mata katak direndam dalam cawan petri berisi larutan adrenalin 5 % b/v dan mata katak yang lainnya dalam larutan asetilkholin 5 % b/v
• Pupil mata katak tersebut diamati perubahannya




V. Gambar sel saraf dan anatomi fsiologi katak




























VI. Data Pengamatan
a) Sistem Saraf Pusat
Pengamatan aktivitas katak Kondisi katak
Katak normal Katak spinal Katak tanpa sistem saraf Katak dengan otak hilang
Pernapasan +++ + + -
Gerak melompat +++ + + -
Gerak buka tutup mata +++ + + -
Keseimbangan tubuh +++ - - -
Righting refleks +++ ++ - -
Refleks penarikan kaki +++ +++ +++ -
Respon terhadap asam +++ +++ +++ +
Gerakan berenang +++ +++ +++ +

b) Sistem Saraf Otonom
Waktu Diameter (cm)
Pilokarfin/Asetilkolin Efinefrin/Adrenalin
t0 0,42 0,34
t5 0,40 0,61
t10 0,32 0,65
t15 0,26 0,69










Grafik perbandingan pilokarfin dan efinefrin

VII. Pembahasan
VII.1. Sistem Saraf Pusat
a. katak dengan kondisi saraf normal ( katak normal )
Pada katak normal yang telah di berikan beberapa perlakuan. Katak dapat merespon dengan baik. Hal ini dikarenakan katak memiliki sistem saraf yang mana saraf-saraf tersebut dapat menghantarkan stimulus ke otak hingga menimbulkan respon. Respon akan ditanggapi oleh neuron dengan mengubah potensial yang ada antara permukaan luar dan dalam dari membran. Sel-sel dengan sifat ini disebut dapat dirangsang (excitable) dan dapat diganggu (Irritable). Neuron ini segera bereaksi tehadap stimulus dan dimodifikasi potensial listrik dapat terbatas pada tempat yang menerima stimulus atau dapat disebarkan ke seluruh bagian neuron oleh membran. Penyebaran ini disebut potensial aksi atau impuls saraf yang mampu melintasi jarak yang jauh impuls saraf menerima informasi ke neuron lain, baik otot maupun kelenjar. Refleks merupakan suatu respon organ efektor (otot ataupun kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu stimulus tertentu. Refleks pada amphibia merupakan konsep dari suatu ritme yang melekat dalam sistem syaraf pusat yang telah ditentukan selama perkembangan. Katak yang telah pulih dari shock spinal (akibat dari operasi pemutusan), akan menarik sebuah kakinya apabila diberi stimulasi. Apabila kaki yang terstimulasi itu dicegah agar tidak melengkung, kaki satunya akan bereaksi melengkung (Frandson, 1993). Menurut Hildebrand (1995), sumsum tulang belakang sebagai syaraf perifer mengandung tali spinal sehingga menimbulkan sinap yang dibawa neuron yang selanjutnya menyebabkan gerak refleks. Asam asetat termasuk larutan elektrolit kuat yang dapat menghantarkan listrik, sifat hantaran listrik ini disebabkan karena adanya partikel bermuatan positif dan negatif. Larutan asam asetat bersifat asam yang digunakan pada saat praktikum berfungsi untuk memberikan rangsangan kimiawi sehingga menimbulkan gerak reflek. Mekanisme gerak reflek dapat disederhanakan dengan skema sebagai berikut :

Stimulus - neuron sensori - tali spinal interneuron - neuron motorik – efektor

Berdasarkan fungsinya, sel neuron dapat dibedakan menjadi 4 Bagian:
1) Neuron sensorik (nouron aferen) yauitu sel saraf yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor ke pusat susunan saraf. Neuron memiliki dendrit yang berhubungan dengan reseptor (penerima rangsangan) dan neurit yang berhubungan dengan sel saraf lainnya.
2) Neuron Motorik (nouronaferen), yaitu sel saraf yang berfungsi untuk menyampaikan impuls motorik dari susunan saraf pusat ke saraf efektor. Dendrit menerima impuls dari akson neuron lain, sedangkan aksonnya berhubungan dengan efektor.
3) Neuron konektor adalah sel saraf yang bertugas menghubungkan antara neuron yang satu dengan yang lainnya.
4) Neuron ajustor, yaitu sel saraf yang bertugas menghubungkan neuron sensorik dan neuron motorik yang terdapat di dalam sumsum tulang belakang atau di otak.
Jadi, katak pada kondisi normal masih dapat memberikan respon yang kuat karena sistem saraf pusat yang dimiliki masih bekerja dengan baik (tidak ada kerusakan pada otak dan sumsum tulang belakang katak).

b. katak dengan kondisi otak sudah dirusak( katak refleks/katak spinal )
Pada katak spinal respon positif atau reaksi kuat terjadi pada refleks pembalikan tubuh, penarikan kaki, respon terhadap asam dan gerakan berenang. Percobaan ini sesuai dengan pernyataan Ville et al. (1988) bahwa, refleks masih terjadi karena pusat dari refleks spinal tidak berada dalam otak melainkan pada sumsum tulang belakang yang terpisah dari otak. Berdasarkan pernyataan tersebut terjadi refleks ketika perlakuan penarikan kaki dan pembalikan tubuh serta respon terhadap asam. Sedangkan pada pernafasan, gerakan melompat dan gerak buka tutup mata memberikan respon yang lemah karena pada peristiwa ini otak yang berperan dalam refleks fisiologis tersebut. Katak spinal merupakan katak dengan kondisi otak yang rusak tetapi respon yang dihasilkan tetap ada namun katak merespon stimulus sangat lama. Hal ini dikarenakan sistem saraf pada otaknya telah mengalami kerusakan pada saat penusukan dengan kawat atau jarum pada saat praktikum. Pada katak spinal sudah tidak memiliki keseimbangan tubuhnya karena keseimbangan tubuh diatur oleh otak.



c. katak dengan kondisi otak dan sumsum tulang belakang sudah dirusak ( katak tanpa sistem saraf )
Adanya perusakan pada sumsum tulang belakang katak memberikan hasil positif pada refleks penarikan kaki, respon terhadap asam dan gerakan berenang. Hal ini terjadi karena perusakan pada sumsum tulang belakangnya tidak 100% rusak sehingga masih menimbulkan respon yang kuat terhadap refleks penarikan kaki, respon terhadap asam dan gerakan berenang. Menurut Pearc (1989) menyatakan bahwa sumsum tulang belakang merupakan pusat gerak refleks, sehingga semakin tinggi tingkat perusakan sumsum tulang belakang maka semakin lemah respon yang diberikan. Perusakan tulang belakang juga merusak tali spinal sebagai jalur syaraf, namun dengan adanya respon refleks yang sederhana dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali spinal meskipun adanya perusakkan sumsum tulang belakang. Tetapi katak tidak memberikan respon positif pada righting refleks karena righting refleks diatur oleh sumsum tulang belakang. Kerusakan pada sumsum tulang belakang ini sudah tidak dapat merespon pembalikan tubuhnya sendiri. Pernafasan, gerak melompat dan gerak buka tutup mata memberikan respon yang lemah. Ini terjadi karena otaknya yang rusak yang menyebabkan keseimbangan pada tubuhnya pun tidak ada.

d. katak dengan kondisi otak hilang
pada kondisi ini, katak memberikan respon sangat lemah terhadap asam dan gerakan berenang, hal ini disebabkan respon yang diberikan oleh sumsum tulang belakang. Sedangkan katak memberikan respon negatif pada aktifitas yang lain, karena otak pada katak ini dihilangkan sehingga tidak bisa merespon stimulus yang diberikan.

VII.2. Sistem Saraf Otonom

Pada sistem ini, efinefrin merangsang pengeluaran noradrenalin sehingga merangsang kontraksi otot polos dan pupil membesar. Sedangkan pilokarfin merangsang pengeluaran asetilkolin sehingga merangsang relaksasi otot polos dan pupil mengecil. Semakin lama efinefrin dan pilokarfin merangsang, semakin besar dan kecil perubahan pupil.


VIII. Kesimpulan
• Ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu: Reseptor, Penghantar impuls, Efektor.
• otonom Sistem saraf mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita.
• Mekanisme gerak reflek dapat disederhanakan dengan skema sebagai berikut :
Stimulus - neuron sensori - tali spinal interneuron - neuron motorik – efektor
• Pada kondisi katak normal, katak memberikan respon sangat kuat karena katak masih memiliki sistem saraf pusat yang normal sehingga penyampaian impuls tidak terganggu.
• sumsum tulang belakang sebagai syaraf perifer mengandung tali spinal sehingga menimbulkan sinap yang dibawa neuron yang selanjutnya menyebabkan gerak refleks.
• Larutan asam asetat bersifat asam yang digunakan pada saat praktikum berfungsi untuk memberikan rangsangan kimiawi sehingga menimbulkan gerak reflek.
• Katak spinal merupakan katak dengan kondisi otak yang rusak tetapi respon yang dihasilkan tetap ada namun katak merespon stimulus sangat lama. Hal ini dikarenakan sistem saraf pada otaknya telah mengalami kerusakan pada saat penusukan dengan kawat atau jarum pada saat praktikum.
• Pada kondisi katak tanpa sistem saraf, katak tidak memberikan respon positif pada righting refleks karena righting refleks diatur oleh sumsum tulang belakang. Kerusakan pada sumsum tulang belakang ini sudah tidak dapat merespon pembalikan tubuhnya sendiri. Pernafasan, gerak melompat dan gerak buka tutup mata memberikan respon yang lemah.
• Pada katak dengan kondisi otak dihilangkan memberikan respon sangat lemah terhadap asam dan gerakan berenang karena sumsum tulang belakang yang rusak dan memberikan respon negatif pada gerakan lain karena otak sudah tidak ada sehingga tidak da yang mengolah, menerima dan mengatur stimulus yang ada.




IX. Daftar Pustaka
Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ville, C.A., W.F. Walker, Jr. dan R.D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta
Hildebrand, M. 1995. Analysis of Vertebrate Structure, 4th Edition. John Willey&Sons INC, New York.
http://www.scribd.com/doc/6578595/Sistem-Saraf/20/03/2011
http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/00-9d.htm/19/03/2011
http://naniegreenholic.blogspot.com/p/reflek-spinal-katak.html/20/03/2011

sistem endokrin ( laporan anfisman )

SISTEM ENDOKRIN
I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan peranan sistem endokrin dalam menjaga homeostasis tubuh dan dapat menjelaskan mekanisme kerja isulin dalam menurunkan kadar gula darah.

II. Teori Dasar
Di dalam tubuh kita terdapat 2 sistem yang bertanggug jawab terhadap pengaruturan lingkugan internal. Penghantaran informasi yang cepat dan terarah diatur oleh sistem saraf. Sedangkan pengaturan fugsi sel secara global dan pengaturan yag berlagsung lebih lama berada di bawah tanggung jawab sistem endokrin melalui penghatar informasi kimiawi yang dikenal dengan istilah hormon.
Pengaturan oleh hormon sering berlangsung melalui reaksi-reaksi yang diperantarai oleh hormon lain melalui suatu rangkaian 3 tingkat yang melibatkan hormon pembebas, hormon kedua dan hormon efektor. Rangkaian ini di atur oleh sistem hipotalamus hipofisis. Ada pula pembebasan hormon yang tidak melibatkan sistem tersebut. Dalam hal ini, pembebasan hormon disesuaikan dengan konsentrasi senyawa yang dijaga oleh hormon tersebut agar selalu tetap.
Beberapa substansi kimiawi yang terdeteksi berada di lingkungan perairan dapat berpengaruh terhadap sistem endokrin organisme. Substansi yang dapat menggangu sistem endokrin (EDS, endocrine disrupting substance) tersebut diantaranya estrogen alami (17-estradiol dan estron) dan estrogen sintetis (17-ethynil estradiol). Gangguan sistem endokrin yang dapat terjadi adalah adanya mekanisme “feminisasi” pada ikan jantan yaitu perubahan pada perkembangan duktus gonad, baik pembentukan rongga ovari seperti betina dan/atau keberadaan sel germ jantan dan betina pada gonad yang sama, peningkatan konsentrasi vitellogenin, perubahan pada perkembangan ginjal, gangguan fungsi imun dan menyebabkan kerusakan genotoksik.
Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Di dalam rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut makanan masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang.
Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang, dan bila tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Dari kerongkongan makanan di dorong masuk ke lambung, lambung pada umum-nya membesar, tidak jelas batasnya dengan usus. Pada beberapa jenis ikan, terdapat tonjolan buntu untuk memperluas bidang penyerapan makanan. Dari lambung, makanan masuk ke usus yang berupa pipa panjang berkelok-kelok dan sama besarnya. Usus bermuara pada anus. Kelenjar pencernaan pada ikan, meliputi hati dan pankreas. Hati merupakan kelenjar yang berukuran besar, berwarna merah kecoklatan, terletak di bagian depan rongga badan dan mengelilingi usus, bentuknya tidak jelas, terbagi atas lobus kanan dan lobus kiri, serta bagian yang menuju ke arah punggung. Fungsi hati menghasilkan empedu yang disimpan dalam kantung empedu untuk membantu proses pencernaan lemak. Kantung empedu berbentuk bulat, berwarna kehijauan terletak di sebelah kanan hati, dan salurannya bermuara pada lambung. Kantung empedu berfungsi untuk menyimpan empedu dan disalurkan ke usus bila diperlukan. Pankreas merupakan organ yang berukuran mikroskopik sehingga sukar dikenali, fungsi pankreas, antara lain menghasilkan enzim – enzim pencernaan dan hormon insulin.










Gambar : Pencernaan Ikan

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormon glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa di dalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.
Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum).

III. Alat dan Bahan
• Alat
 Gelas piala 500 ml
 Ala sunik 1 ml
• Bahan
 Insulin 40 U.I/ml
 Glukosa
 Akuadest

IV. Prosedur Percobaan

 Seekor ikan mas di tempatkan pada gelas piala yang berisi 200 ml air yang telah d tetesi 10 tetes insulin
 Amati baik-baik saat insulin dan air berdifusi melalui membran insang menuju ke aliran darah
 Setelah ikan mengalami iritabilitas, konvulsi dan koma
 Ikan dipindahkan ke gelas piala yang berisi air 200 ml dan setengah sendok teh glukosa
 Amati hingga ikan kembali normal

V. Data Pengamatan
 Ikan dalam gelas piala berisi air dan insulin
 Iritabilitas 1 menit
 Konvulsi 5 menit
 Koma 15 menit
 Ikan dalam gelas piala berisi air dan glukosa
 Iritabilitas 3 menit
 Normal 5 menit 13 detik




VI. Pembahasan

Setelah ikan dimasukkan dalam gelas piala yang berisi air dan insulin, ikan mengalami perubahan dalam gerakkannya. Ikan mengalami iritabilitas, konvulsi dan koma hanya dalam beberapa menit. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi insulin yang berdifusi melalui membran insang menuju ke aliran darah ikan. Insulin berfungsi sebagai keseimbangan tahap glukosa dalam darah dan bertindak meningkatkan pengambilan glukosa oleh badan sel. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar. Penambahan insulin dalam gelas piala menyebabkan resistensi hormon insulin dalam ikan meningkat sehingga glukosa tidak dapat dirubah menjadi glikogen, maka gula darah pada ikan menurun (hipoglikema) dan mempengaruhi fungsi metabolisme ikan. Karena metabolisme ikan terganggu sehingga tidak bisa menghasilkan energi maksimal, maka ikan mengalami iritabilitas, konvulsi sampai koma sesuai energi yang dihasilkan.

Setelah mengalami iritabilitas, konvulsi, dan koma, ikan dipindahkan pada gelas piala yang berisi air dan glukosa. Setelah beberapa menit ikan mengalami iritabilitas sampai normal kembali. Ikan mengalami keadaan normal dipengaruhi oleh tingkat glukosa pada darah ikan meningkat karena dalam gelas piala mengandung glukosa yang berdifusi melalui membran insang menuju ke aliran darah ikan, sehingga glukosa yang semula tidak bisa dirubah menjadi glikogen karena resistensi insulin yang tinggi yang menyebabkan gula darah turun dan mempengaruhi fungsi metabolisme, sekarang menjadi normal kembali. Karena metabolisme pada ikan tidak terganggu seiring dengan meningkatnya glukosa sehingga bisa menghasilkan energi yang dibutuhkan, maka ikan yanag semula mengalami koma kembali menjadi normal kembali.







VII. Kesimpulan

 Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas
 Insulin berfungsi sebagai keseimbangan tahap glukosa dalam darah dan bertindak meningkatkan pengambilan glukosa oleh badan sel
 Resistensi insulin pada ikan meningkat sehingga mempengaruhi produksi glukosa menjadi glikogen menurun, sehingga ikan mengalami iritabilitas, konvulsi, dan koma
 Penambahan glikogen berfungsi meningkatkan glukosa pada ikan meningkat sehingga ikan yang semula koma menjadi normal kembali
 Resistensi insulin yang tinggi menyebabkan gula darah menurun (hipoglikema), sedangkan resistensi insulin yang rendah menyebabkan gula darah meningkat (hiperglikema/diabetes)

VIII. Daftar Pustaka
http://indoorcommunity.wordpress.com/2007/07/21/gangguan-endokrin-pada-lingkungan-akuatik/
Fujaya, Yushita., Ir., M.Si. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Suryohudoyo P, 2000. Ilmu kedokteran molekuler. Ed I, Jakarta: Perpustakaan Nasional, hlm 48-58.
Tjokroprawiro A, 1999. Diabetes mellitus and syndrome 32 (A step forward to era of globalisation–2003). JSPS-DNC symposium, Surabaya: 1-6.

sistem pencernaa ( laporan anfisman )

SISTEM PENCERNAAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Dapat menjelaskan proses pencernaan kimiawi di mulut
2. Dapat menjelaskan proses pencernaan kimiawi di lambung oleh enzim pepsin
3. Dapat menjelaskan kondisi optimum yang diperlukan bagi aktivitas kerja pepsin
4. Dapat menjelaskan proses pencernaan kimiawi di usus halus.

B. TEORI DASAR
i. Sistem Pencernaan
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Mulut merupakan persinggahan pertama untuk makanan saat melalui proses pencernaan. Dalam mulut terdapat enzim yang membantu proses pencernaan secara mekanik, yang dilakukan oleh gigi serta dibantu oleh lidah dan air ludah.
Seperti telah kita ketahui, dalam mulut makanan dikunyah secara mekanik oleh gigi, juga dibantu oleh lidah yang berfungsi membolak-balik makanan yang sedang dikunyah. Air ludah berfungsi untuk memberikan kelembapan dalam mulut, sehingga proses pengunyahan berlangsung lebih cepat.
Pada lambung, sistem pencernaan dilakukan secara mekanik dan kimiawi, Sekretin yaitu hormon yang merangsang pankreas untuk mengeluarkan sekretnya dan Renin yaitu enzim yang mampu menggumpalkan Kasein (sejenis protein) dalam susu. Kemudian system pencernaan di dalam usus, dalam Duodenum terdapat getah pankreas (bersifat basa) yang mengandung Steapsin (Lipase), Amilase dan Tripsinogen. Enterokinase adalah suatu aktivator enzim. Dalam usus halus makanan diabsorbsi. Usus memperluas bidang penyerapan dengan melakukan jonjot usus (Villi).Dalam usus besar (Kolon), air direabsorbsi serta sissa makanan dibusukkan menjadi feses selanjutnya dibuang melalui anus (Proses Defekasi).



ii. Gangguan Sistem Pencernaan
Penyakit pencernaan adalah semua penyakit yang terjadi pada saluran pencernaan. Penyakit ini merupakan golongan besar dari penyakit pada organ esofagus, lambung, duodenum bagian pertama, kedua dan ketiga, jejunum, ileum, kolon, kolon sigmoid, dan rektum.
- Mencret (Diare)
Diare terjadi karena adanya rangsangan yang berlebihan pada mukosa usus sehingga gerakan otot usus meningkat dan makanan kurang terserap secara sempurna. Diare termasuk gangguan perncernaan yang paling sering muncul terutama pada anak-anak.
Diare akut kalau anak mencret lebih dari 4 kali sehari. Penyebabnya bisa infeksi, bisa juga hanya karena salah makan, sebagai contoh makanan yang tidak sesuai dengan usia anak, misalnya sudah diberikan makan padat sebelum waktunya.
Faktor kebersihan juga menjadi sebab diare. Diare yang disebabkan bakteri atau salah makan adalah penyebab utama gangguan pencernaan pada anak di bawah 5 tahun (Balita). Selain itu, ada juga diare akibat cacingan.
- Pengobatan mencret
Pengobatan diare yang paling dianjurkan adalah memberikan oralit. Tidak ada anak yang meninggal karena diare, yang ada meninggal karena dehidrasi. Jadi, yang perlu diwaspadai bukan diarenya, melainkan dehidrasinya. Selama cairan tubuhnya cukup, tak perlu khawatir. Salah satu indikator dehidrasi adalah buang air kecilnya.Selama kencingnya cukup, berarti tidak ada dehidrasi. Berikan oralit, karena sudah disesuaikan dengan cairan yang dikeluarkan melalui BAB.”
Oralit mengandung glukose, natrium, kalium, dan bikarbonat untuk menggantikan cairan yang hilang lewat BAB. Sementara pada air putih, natrium dan kaliumnya turun. Anak malah bisa kejang, kembung, dan lemas kalau hanya tergantikan airnya saja. Yang juga harus diperhatikan, jangan menyamakan komposisi oralit untuk anak dan dewasa. “Pada anak, natriumnya lebih rendah. Jadi, kalau mencretnya 2 sendok, jangan memberikan oralit segelas, mencret setengah gelas, jangan memberikan oralit tiga gelas.
Jadinya malah hipernatrium, bisa-bisa anak mengalami koma. Kebutuhan cairan disesuaikan dengan oralit.
- Sembelit (Konstipasi)
Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan dengan gejala mengalami pengerasan feses yang sulit untuk dibuang yang dapat menyebabkan kesakitan pada penderitanya. Konstipasi dapat disebabkan oleh pola makan, hormon, akibat samping obat-obatan, dan juga karena kelainan anatomis. Biasanya, konstipasi disebabkan karena defekasi yang tidak teratur sehingga feses mengeras dan sulit dikeluarkan. Pengobatan konstipasi dapat dilakukan dengan mengubah pola makan, obat pencahar (laksatif), terapi serat, dan pembedahan, walaupun pilihan terakhir jarang dilakukan. Konstipasi hebat disebut juga dengan obstipasi. Gangguan pada sistem pencernaan juga bisa disebabkan karena stres. Sebab stres dapat mempengaruhi sistem saraf dalam tubuh. Sementara penanganan untuk yang susah BAB, harus dilihat dulu apa penyebabnya.
- Wasir atau hemoroid
Wasir atau hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah balik (vena) di dalam anyaman pembuluh darah. Keluhan pertama kali yaitu darah segar menetes setelah buang air besar (BAB). Biasanya tanpa disertai rasa nyeri dan gatal di anus. Pencegahannya adalah perlu diet tinggi serat dengan makan sayur sayuran dan buah-buahan yang bertujuan membuat volume tinjanya besar, tetapi lembek, sehingga saat BAB, karena tidak perlu mengejan dapat merangsang wasir.
- Kanker usus
Kanker usus merupakan penyakit ketiga yang menjadi penyebab kematian di seluruh dunia. Penelitian sebelumnya dengan menggunakan binatang sebagai percobaan, kandungan kalsium yang banyak terdapat pada susu mampu melindungi usus dari serangan kanker. Studi pada manusia juga menunjukan keseluruhan jumlah kalsium yang dikonsumsi sangat positif dakam mengurangi tingkat dari resiko kanker susu ini. Setiap kenaikan 1.000 miligram kalsium sehari atau lebih akan mempu mengurangi 15% resiko dari kanker usus pada wanita dan 10% pada pria. Konsumsi susu dan kalsium bisa mengurangi resiko terkena kanker usus. Keju dan yoghurt juga merupakan hasil olahan dari susu.

iii. Saliva
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “salivia” (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 – 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi.
Ludah diproduksi secara berkala dan susunannya sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, makanan saat itu, intensitas dan lamanya rangsangan, kondisi biologis, penyakit tertentu dan obat-obatan. Manusia memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam, yang umumnya terdiri dari 99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat organik dan zat anorganik. Unsur-unsur organik yang menyusun saliva antara lain : protein, lipida, glukosa, asam amino, amoniak, vitamin, asam lemak. Unsur-unsur anorganik yang menyusun saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, Khloride, Rodanida dan Thiocynate (CNS) , Fosfat, Potassium. Yang memiliki konsentrasi paling tinggi dalam saliva adalah kalsium dan Natrium.
Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu :
1. Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan
2. Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan.
3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman.
4. Mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer.
5. Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah.
6. Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva.
7. Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh.
8. Membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah)

Macam-macam kelenjar ludah :
1. Kelenjar ludah utama / mayor / besar-besar
Kelenjar-kelenjar ludah besar terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut.
Kelenjar saliva mayor terdiri dari :
 Kelenjar Parotis , terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula
 Kelenjar Submandibularis (submaksilaris) , terletak dibagian bawah korpus mandibula
 Kelenjar Sublingualis , terletak dibawah lidah
 Kelenjar ludah besar sangat memegang peranan penting dalam proses mengolah makanan.
2. Kelenjar ludah tambahan / minor / kecil-kecil
Kebanyakan kelenjar ludah merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di dalam mukosa atau submukosa (hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam) yang diberi nama lokasinya atau nama pakar yang menemukannya. Semua kelenjar ludah mengeluarkan sekretnya kedalam rongga mulut.
 Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan asinus-asinus seromukus
 Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi, dengan asinus-asinus seromukus
 Kelenjar Bladin-Nuhn ( Glandula lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung lidah disebelah menyebelah garis, median, dengan asinus-asinus seromukus
 Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland) terletak pada pangkal lidah, dnegan asinus-asinus murni serus
 Kelenjar Weber yang juga terdapat pada pangkal lidah dengan asinus-asinus mukus
 Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga glandula lingualis posterior
 Kelenjar-kelenjar pada pallatum dengan asinus mucus.

Saliva atau ludah merupakan campuran dari beberapa sekresi kelenjar ludah. Sekresi normal saliva sehari berkisar antara 800 – 1500 ml. Pada umumnya saliva merupakan cairan viskus, tidak berwarna yang mengandung air, mukoprotein, immunoglobulis, karbohidrat komponen-komponen organis seperti, Ca, P, Na, Mg, Cl, Fe, dan J. Kecuali itu saliva mengandung pula enzim amilase yaitu ptialin Selanjutnya saliva juga mengandung sel-sel desquamasi yang lazim disebut korpuskulus salivatorius. Komposisi saliva tadi sangat tergantung pada keaktivan kelenjar-kelenajar ludah. Sekresi kelenjar ludah dapat terjadi oleh beberapa faktor, yaitu : reflek saraf, rangsangan mekanis, rangsangan kimaiwi. Bahan makanan dan zat kimia dapat memberi rangsangan langsung pada mukosa mulut. Bahan makanan juga dapat merangsang serat saraf eferens yang berasal dari bagian thorakal. Sekresi air ludah dapat pula timbul secara reflektoris hanya dengan jalan mencium bau makanan, melihat makanan, atau dengan memikirkan dan membayangkan makanan saja. Saliva mengandung 2 tipe sekresi protein yang utama yaitu : sekresi serus ( merupakan enzim untuk mencernakan serat à ptyalin) , sekresi mukus (untuk pelumasan dan perlindungan permukaan).

C. ALAT DAN BAHAN
• Bahan :
1. Saliva
2. Pasta Amilum 3%
3. Larutan Iodium 2%
4. Larutan Cu-Sulfat 1%
5. Larytan NaOH 40%
6. Pereaksi Benedict
7. Asam Asetat 6%
8. Larutan Glukosa 10%
9. Metilen Biru 0.15% dalam air
10. Pereaksi Biuret
11. Larutan HCl 0.4%
12. Larutan Na-Karbonat 0.5%
13. Larutan Pepsin 5% (dibuat segar)
14. Larutan Pankreatin
15. Indicator Universal
16. Aquadest

• Alat :
1. Mikroskop
2. Incubator
3. Panangas air
4. Stopwatch
5. Lampu Spirtus
6. Thermometer
7. Gelas Kimia
8. Erlenmeyer atau Vial tertutup
9. Tabung reaksi
10. Pipet tetes
11. Kaca object + cover glass
12. Plat tetes
13. Batang Pengaduk
14. Corong
15. Kertas Saring


D. PROSEDUR KERJA
a. Memeriksa Komponen Saliva
i. Uji Mikroskopik
o Satu tetes saliva diwarnai dengan metilen biru dan ditempatkan di atas object gelas kemudian ditutup dengan cover glass.
o Lalu diamati dibawah mikroskop adanya sel-sel epitel, butir-butir lemak, leukosit dan bakteri.
o Bila telah tercapai titik akromik, semua tabung reaksi dipananaskan (yang berisi campuran pasta amilum + saliva dengan larutan Benedict) di penangas air yang telah mendidih selama 5 menit.
o Sebagai pembanding gunakan tabung berisi larutan Benedict yang dicampur dengan 2 ml glukosa 10%.
o Dibiarkan hingga mendingin.
o Lalu diamati perubahan warna yang terjadi.
o Perubahan warna tersebut dapat dijadikan indikator apakah amilum telah dicerna oleh enzim-enzim dalam saliva dan proses pencernaan tersebut telah sampai ke tahap mana.

b. Pencernaan Protein di Lambung
i. Percobaan proses pencernaan protein secara in vitro
o Putih telur dipotong-potong (sampai seperti dikunyah), dimasukkan kedalam gelas kimia.
o Putih telur direndam dengan larutan pepsin 5%.
o Dicatat banyaknya putih telur dan pepsin yang dipergunakan (sampai seluruh putih telur terendam oleh pepsin).
o Ditetesi dengan HCl 0.4% samapai tercapai pH 1.5 atau 2 (menggunakan indicator universal atau pH meter).
o Gelas kimia yang berisi campuran putih telur dan pepsin ditutup dengan plastik dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 3 hari.
o Putih telur dicampurkan dengan pepsin ini harus sering diaduk dan dijaga pH-nya (sekitar 1.5-2) dengan penambahan HCl bila perlu.
o Setelah diinkubasi selama 3 hari, campuran putih telur dan pepsin disaring, kemudian di netralkan dengan beberapa tetes NaOH 40%.
o Jika masih terdapat endapan, dipanaskan sampai mendidih, kemudian disaring.
o Diambil sedikit campuran putih telur dan pepsin, lalu di uji Biuret.

ii. Kondisi optimum untuk aktivitas pepsin
Disiapkan tabung sebanyak 5 buah.
o Pada tabung pertama dimasukkan pepsin 5% sebanyak 5 ml.
o Pada tabung kedua dimasukkan pepsin 5% sebanyak 5 ml dan HCl 0,4% s/d pH 1,5-2.
o Pada tabung ketiga dimasukkan pepsin 5% sebanyak 2 ml dan NaCO3 0,5% sebanyak 5 ml.
o Pada tabung keempat dimasukkan pepsin 5% sebanyak 2 ml dan NaCo3 0,5% sebanyak 5 ml.
o Pada tabung yang kelima dimasukkan aquadest sebanyak 5 ml.
o Pada setiap tabung tersebut dimasukkan sedikit protein.
o Lalu di Inkubasi pada 40°C selama setengah jam.
o Setelah setengah jam, diamati perubahan yang terjadi dengan cara melakukan uji biuret pada setiap tabung.
o Pada tabung satu dan kedua di inkubasi selama 15-20 menit pada suu 40°C.

c. Pencernaan kimiawi di usus halus
i. Percobaan untuk membandingkan kecepatan pencernaan albumin dan serum darah
o Disiapkan 2 buah vial.
o Ke dalam vial 1 dimasukan 3 tetes larutan pankreatin dan 3 tetes putih telur.
o Ke dalam vial 2 dimasukan 3 tetes larutan pankreatin dan 3 tetes serum darah.
o Diinkubasikan vial 1 dan 2 pada suhu 40 oC.
o Ditiap selang 15 menit, diambil sedikit larutan dari vial 1 dan 2.
o Diamati dengan melakukan uji biuret. Dilakukan sampai t=90 menit.
o amati perbedaan kecepatan pencernaan oleh pankreatin terhadap albumin dengan serum darah.

ii. Kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak
o Disiapkan 2 buah tabung reaksi. Tabung 1 disi dengan 5 ml air. Tabung 2 diisi dengan air dan detergen.
o Ke dalam tabung 1 dan 2 diteteskan 1 tetes minyak sayur yang telah dicampur pewarna (sudan). Tabung 1 dan 2 dikocok-kocok. Dibiarkan selama 5-10 menit.
o Diamati dan dibandingkan pada tabung mana minyak terdispersi atau teremulsi.
o Dijelaskan pentingnya proses emulsifikasi lemak dalam membantu proseses pencernaan.

E. DATA PENGAMATAN
• Uji Mikroskopik
Pada pengamatan ini menggunakan mikroskop. Dari hasil saliva itu terdapat lemak dan sel-sel epitel.

• Pencernaan Pati oleh Saliva
Waktu Setelah Pencampuran pasta amilum + Saliva Warna Yang Terjadi Pada Uji Iodium Warna Yang Terjadi Pada Uji Benedict
1 menit Ungu Pekat terdapat endapan kuning
2 menit Ungu pekat terdapat endapan kuning
3 menit Ungu pudar sedikit terdapat endapan kuning
6 menit Ungu pudar sedikit terdapat endapan kuning
9 menit Ungu pudar sedikit terdapat endapan kuning
10 menit Ungu pudar sedikit terdapat endapan kuning
11 menit Ungu pudar sedikit terdapat endapan kuning
12 menit Ungu pudar sedikit terdapat endapan kuning
17 menit Ungu pudar dan terdapat kuning terdapat endapan kuning
22 menit Ungu pudar dan terdapat kuning terdapat endapan kuning
24 menit Ungu pudar dan terdapat kuning terdapat endapan kuning
27 menit Ungu pudar dan terdapat kuning terdapat endapan kuning
31 menit Ungu pudar dan terdapat kuning terdapat endapan kuning

• Percobaan Proses Pencernaan Protein Secara in vitro
Sebelum di inkubasi pH larutan 2. Namun setelah di inkubasi selama 3 hari pada Senin, 7 Maret 2011 mengalami perubahan pH menjadi 3. Lalu disaring dengan kertas saring, kemudian dinetralkan dengan menetesi NaOH sebanyak 8 tetes. Setelah pH netral, dilanjutkan dengan menetesi Biuret sebanyak 10 tetes dan mengalami perubahan warna menjadi merah keunguan.

• Kondisi Optimum Aktivitas Pepsin
Sebelum di Inkubasi, pada tabung pertama berwarna hijau muda dan terdapat gumpalan putih. Pada tabung kedua, campuran tersebut bening dan terdapat gumpalan putih. Pada tabung ketiga, berwarna putih dan terdapat gumpalan putih dengan pH 2. Pada tabung keempat, berwarna kuning keruh dan terdapat gumpalan putih. Pada tabung kelima, warna sama dengan tabung keempat namun terdapat gelembung berwarna putih.
Kemudian tabung-tabung tersebut di Uji Biuret. Pada tabung ketiga, keempat dan kelima berubah menjadi warna ungu di bagian atas. Pada tabung ketiga lebih cepat bereaksi dan pada tabung lainnya tidak mengalami perubahan apapun.

• Pencernaan Kimiawi di Usus Halus
Waktu Yang Setelah Pencampuran dengan Pankretain Hasil Uji Biuret
Albumin Serum
15 menit + (biru kuning) ++ (biru)
30 menit + (biru) ++ (biru)
45 menit + (biru kuning) ++ (biru)
60 menit + (biru kuning) ++ (biru)
75 menit + (biru kuning) ++ (biru)
90 menit + (biru kuning) ++ (biru)

• Kerja Garam Empedu Terhadap Pencernaan Lemak
Pada tabung pertama, masih terbentuk air dan lemak. Sedangkan pada tabung kedua, campuran (air + deterjen + lemak) terbentuk buih. Setelah dikocok selama 10 menit, pada tabung pertama teremulsi dengan 2 fasa. Pada tabung kedua, mengalami teremulsi juga namun dengan 1 fasa.


F. PEMBAHASAN
• Uji Mikroskopik
Pada percobaan ini dibuktikan memang benar didalam saliva banyak terbentuk sel-sel yang terlihat pada mikroskop. Diantaranya terdapat sel epitel dan lemak.
Contoh-contoh bentuk amilum dalam mikroskop :




• Pencernaan Amilum oleh Saliva
Pada percobaan ini kami tidak menemukan titik akromik pada uji larutan amilum+saliva dengan uji iodium. Titik akromik adalah ahap atau titik ketika larutan tersebut tidak memberi warna lagi. Artinya enzim amilase yang terkandung di dalam saliva telah menjalankan fungsinya secara optimum untuk memecah amilum menjadi molekul yang lebih sederhana. (Kurnadi,2001). Warna ungu ini merupakan hasil positif untuk uji iodium, artinya terdapat amilum dalam larutan tersebut. Namun data pengamatan menunjukan warna ungu pudar dan kekuningan, kemungkinan kadar enzim amilasenya banyak atau bekerja sangat cepat sehingga amilum telah terpecah menjadi molekul sederhana (akhrodekstrin). Pada uji iodium ini harus memerlukan waktu dan alat yang cukup banyak untuk mengubah menjadi tidak berwarna. Biasanya hal ini, banyak faktor yang mempengaruhinya selain waktu dan alat yang cukup banyak, contohnya dengan pengaruh suhu, pH dan konsentrasi.
Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0.
Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein. Kemudian konsentrasi enzim, seperti pada katalis lain kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut.Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. konsentrasi substrat, hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
Setelah uji iodium, dilakukan uji Benedict. Benedict bertujuan untuk uji gula pereduksi. Menurut teori,ereaksi benedict ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natriumkarbonat, dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natriumkarbonat dan natriumsitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa.
Uji benedict dilanjutkan dengan pemanasan menghasilkan warna kuning pada tabung reaksi yang berisi larutan pasta amilum + saliva. Endapan merah bata, kuning atau hijau yang dihasilkan menunjukkan positif mengandung gula pereduksi.
Enzim yang berperan dalam membantu proses pencernaan dalam mulut dikenal dengan nama lipase dan enzim amilase. Enzim lipase dan enzim amilase dalam mulut sangat membantu proses pencernaan makanan dalam mulut. Enzim lipase berfungsi menguraikan zat gula dalam makanan menjadi zat gula lainnya yang dinamakan monosakarida dan disakarida. Sedangkan enzim amilase berfungsi menguraikan zat tepung (karbohidrat) yang terdapat dalam makanan menjadi zat gula yang disebut polisakarida.Adanya kedua enzim tersebut membuat proses pencernaan yang dilakukan dalam mulut dipercepat sehingga dengan bantuan lidah dan gerakan otot pada kerongkongan, proses pencernaan dilanjutkan di dalam lambung, usus kecil, dan usus besar.

• Percobaan Proses Pencernaan Protein secara in vitro
Pada percobaan ini mebandingkan dengan pencernaan di lambung. Putih telur di tambah pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi pepton. Setelah di inkubasi 37°C selama 3 hari terdapat endapan dan menjadi larut karena suhu mempengaruhi kelarutan. Apabila masih terdapat endapan maka di saring terlebih dahulu.
Pada pencernaan di lambung otot lambung berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya secara mekanis, dan mencampurnya dengan getah lambung. Getah lambung mengandung HCl, enzim pepsin, dan renin. HCl berfungsi untuk membunuh kuman-kuman yang masuk berasama bolus akan mengaktifkan enzim pepsin.

• Kondisi Optimum Untuk Aktivitas Pepsin
Pepsin adalah enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai mencerna protein dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil. Enzim ini termasuk protease; pepsin disekresi dalam bentuk inaktif, pepsinogen, yang akan diaktifkan oeh asam lambung. Enzim ini diproduksi oleh bagian mukosa dalam perut yang berfungsi untuk mendegradasi protein (Anonim, 2006).
Enzim pepsin memiliki pH optimum 2-4 dan akan inaktif pada pH diatas 6. Pepsin adalah salah satu dari 3 enzim yang berfungsi untuk mendegradasi protein yang lain adalah kemotripsin dan tripsin. Pepsin disintesa dalam bentuk inaktif oleh lambung; asam hidroklori; juga diproduksi oleh gastric mucosa dan kemudian akan diaktifkan pada pH optimum yaitu 1-3 (Anonim, 2006).
Dapat dilihat dari hasil pengamatan bahwa tabung ketiga yang mengandung HCl lebih cepat terhidrolisis dibanding dengan tabung yang lain. Dengan adanya HCl akan mengubah pepsinogen menjadi pepsin. Dalam bentuk pepsin inilah baru bisa dimanfaatkan untuk memecah molekul protein.. Semua itu dikarenakan pada tabung ketiga terdapat kondisi asam yang sama dengan kondisi asam di lambung jadi lebih cepat bereaksi. Sedangkan pada tabung keempat berisi Na2CO3 yang bersifat basa yang akan sukar menghidrolisis pepsin.
Fungsi HCl pada lambung diantaranya yaitu merangsang keluamya sekretin, mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin untuk memecah protein, desinfektan, merangsang keluarnya hormon kolesistokinin yang berfungsi merangsang empedu mengeluarkan getahnya.

• Percobaan Untuk Membandingkan Kecepatan Pencernaan Albumin dan Serum Darah
Pada percobaan ini mengamati kecepatan pencernaan albumin dan serum darah. Salah satu zat yang terkandung di dalam serum adalah albumin yang merupakan protein globular (Podjiadi, 1994). Protein ini memiliki sifat-sifat yang khas, salah stunya dapat terdenaturasi atao terjadi perubahan struktur, hal ini dapat di tandai dengan terbentuknya endapan. Terbentuknya endapan dapat di lakukan dengan penambahan asam, ion logam, gram divalent, atau dengan pemanasan (Arakawa dan Timashiff, 1984).
Makanan yang mengalami pencernaan secara kimiawi adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Hasil akhir pencernaan protein menjadi asam amino. Larutan pankreatin digunakan untuk mengubah protein menjadi pepton atau untuk mengeluarkan enzim-enzim protein, protein di usus dicerna menjadi pepton, maka pepton akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan erepsin menjadi asam amino. Biuret digunakan untuk melihat perbedaan kecepatan antara albumin dan serum dengan berubahnya warna. Pada menit ke nol albumin warna lebih cepat berubah.
Terjadi perbedaan kecepatan pencernaan antara sebelum dan ketika di inkubasi karena suhu mempengaruhi kelarutan, jadi pencernaan oleh serum darah lebih cepat dibandingkan pencernaan albumin karena ukuran partikel serum darah itu lebih kecil sehingga labih cepat di cerna.
Pada umumnya kelenjar ludah kaya dengan pembuluh darah. Pembuluh darah besar berjalan bersama-sama dengan duktusnya pada jaringan ikat interlobularis dan memberi cabang-cabang mengikuti cabang-cabang duktusnya kedalam lobuli, dimana pada akhirnya ia membentuk anyaman-anyaman kapiler mengitari asinus dan akhirnya kembali membentuk vena yang berjalan bersama-sama dengan pembuluh darah arterinya.

• Kerja Garam Empedu Terhadap Pencernaan Lemak
Pada percobaan ini garam empedu diganti dengan deterjen. Di percobaan ini mengamati terjadinya emulsi dan dispersi, dilakukan dengan menggunakan air, minyak dan larutan deterjen. Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil,sehingga dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan.
Pemecahan lemak dengan cara hidrolisis dibantu oleh garam asam empedu yang terdapat dalam cairan empedu dan berfungsi sebagai emulgator. Dengan adanya garam asam empedu sebagai emulgator, maka lemak dalam usus dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil sebagai emulsi, sehingga luas permukaan lemak bertambah besar. Hal ini menyebabkan proses hidrolisis berjalan lebih cepat
Pada percobaan ini terjadi tabung satu dan kedua sama-sama teremulsi namun terjadi perbedaan fasa setiap tabungnya. Yang membedakannya dari suatu kelarutan setiap tabung tersebut.

G. KESIMPULAN
1. Percobaan ini adalah suatu bentuk analisa aktivitas enzim amilase liur, yang ditujukan untuk mengetahui pengaruh temperature dan pH terhadap aktivitas enzim amilase liur.
2. Dapat mengetahui kandungan dan komponen yang terdapat saliva.
3. Saliva dapat membantu mempermudah untuk menghancurkan makanan secara kimiawi.
4. Kondisi optmum untuk aktivitas pepsin harus dalam keadaan asam.
5. Titik akromik menunjukkan aktivitas optimum dari saliva (oleh enzim amilase) dalam menghidrolisis amilum menjadi molekul yang lebih sederhana sehingga dapat dilakukan proses pencernaan selanjutnya.

H. DAFTAR PUSTAKA
• Regina dan Nahak M Maria, Dasar-Dasar Imlu Pencabutan Gigi. Akademi Kesehatan Gigi Denpasar.
• Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid Satu. Erlangga: Jakarta.
• Anonim. 2000. Sistem Pencernaan Makanan pada http://bebas.ui.ac.id/
• Kalbe Farma. 2008. Tummy Facts pada http://www.ahlinyalambung.com/
• Afandi. 2009. Berbagai Kelainan dan Penyakit Saluran Pencernaan pada http://dahlanforum.wordpress.com/

sistem eksresi ( laporan anfisman )

PERCOBAAN II
SISTEM EKSKRESI URINARI
I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa dapat menjelaskan pentingnya peranan ekskresi urinari dalam menjaga homeostatis tubuh dan dapat mengenal beberapa karakteristik urin normal sehingga dapat melakukan analisa secara sederhana adanya kelainan-kelainan dalam tubuhberdasarkan pemeriksaan sampel urin

II. Teori Dasar
Ekskresi adalah proses pengeluaran sisa metabolisme. Zat tersebut diserap dan diangkut oleh darah dan dikeluarkan bersama urin, keringat dan pernapasan. Sistem ekskresi pada manusia melibatkan alat-alat ekskresi yaitu ginjal, kulit, paru-paru, dan hati. Zat-zat sisa yang dikeluarkan dari alat-alat tersebut berasal dari proses metabolisme. Ginjal mengeluarkan urin, kulit mengeluarkan keringat, paru-paru mengeluarkan karbondioksida dan hati mengeluarkan zat warna empedu.
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Secara umum urin berwarna kuning. Urin encer warna kuning pucat (kuning jernih), urin kental berwarna kuning pekat, dan urin baru / segar berwarna kuning jernih. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh. Urin berbau khas jika dibiarkan agak lama berbau ammonia. pH urin berkisar antara 4,8 – 7,5, urin akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein, dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin normal antara 1,002g – 1,035g.
Secara kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam urat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat sisa metabolisme lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat, Ca dan Mg), hormon, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur dsb).








Gambar : Komposisi Urin
Volume urin normal per hari adalah 900 – 1400 ml, volume tersebut dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alkohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi.
Pembentukan urin terjadi di ginjal melalui serangkaian proses, yaitu: penyaringan, penyerapan kembali dan augmentasi.
1. Penyaringan (filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan. Selain penyaringan, di glomelurus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin primer, mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya
2. Penyerapan kembali (reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan diserap kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal. Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.
3. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tububulus ginjal, urin akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui saluran ginjal. Jika kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding kantong kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretra adalah air, garam, urea dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.


Gambar : Proses Pembentukan Urin

Kelainan-kelainan pada ginjal diantaranya :
1. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan kelainan pada ginjal dimana ginjal sudah tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya yaitu menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme.Penyebab terjadinya gagal ginjal antara lain disebabkan oleh:
• Makan makanan berlemak
• Kolesterol dalam darah yang tinggi
• Kurang berolahraga
• Merokok, dan
• Minum minuman beralkohol.
Mengatasi Gagal Ginjal
Kemajuan ilmu pengetahuan, memungkinkan fungsi ginjal digantikan. Penggantian fungsi tersebut dikenal dengan Renal Replacement Therapy (RRT) atau Terapi Pengganti Ginjal (TPG). Ada dua cara TPG, yakni transplantasi/cangkok ginjal dan dialisis/cuci darah . Dialisis/cuci darah dibedakan menjadi:
• HD (Hemodialisis), dialisis dengan bantuan mesin
• PD (Peritoneal Dialisis), dialisis melalui rongga perut
2. Batu Ginjal
Urine banyak mengandung mineral dan berbagai bahan kimiawi. Urin belum tentu dapat melarutkan semua itu. Apabila kita kurang minum atau sering menahan kencing, mineral-mineral tersebut dapat mengendap dan membentuk batu ginjal. Batu ginjal merupakan kristal yang terlihat seperti batu yang terbentuk di ginjal. Kristal-kristal tersebut akan berkumpul dan saling berlekatan untuk membentuk formasi “batu”. Apabila batu tersebut menyumbat saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih, saluran kemih manusia yang mirip selang akan teregang kuat karena menahan air seni yang tidak bisa keluar. Hal itu tentu menimbulkan rasa sakit yang hebat.
Interpretasi warna urin dapat menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang.
• Keruh : Kekeruhan pada urin disebabkan adanya partikel padat pada urin seperti bakteri, sel epithel, lemak, atau Kristal-kristal mineral.
• Merah muda dan merah : Warna urin seperti ini biasanya disebabkan oleh efek samping obat-obatan dan makanan tertentu seperti bluberi dan gula-gula, warna ini juga bisa digunakan sebagai tanda adanya perdarahan di system urinaria, seperti kanker ginjal, batu ginjal, infeksi ginjal, atau pembengkakkan kelenjar prostat
• Coklat muda seperti warna air teh : warna ini merupakan indicator adanya kerusakan atau gangguan hati seperti hepatitis atau serosis.
• Kuning gelap : Warna ini disebabkan banyak mengkonsumsi vitamin B kompleks yang banyak terdapat dalam minuman berenergi
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril.




Gambar : Mikroskopik Urin
III. Alat dan Bahan

Alat :
 Piknometer
 Indikator universal
 Mikroskop
 Kaca obyek + cover
 Tabung reaksi
 Pipet tetes
 Hotplat
Bahan :
 Perak nitrat
 Asam nitrat
 Larutan Na-nitroprusida
 Larutan NaOH
 Asam asetat glasial
 Larutan fehling (A & B)

IV. Prosedur Kerja
i. Pengamatan mikroskop urin
• 10 ml urin ditampung dalam tabung sentrifuga
• Kemudian disetrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
• Cairan diatasnya di buang dan endapan/sedimen yang ada dikocok dengan sedikit sisa cairannya.
• Kemudian diteteskan pada objek gelas bertutup ( diserapkan dari pinggir cover gelas agar tidak timbul gelembung udara )
• Diamati dibawah mikroskop
• Yang diamati adalah sedimen-sedimen mikro dalam urin, baik organik maupun an organik. Sedimen organik meliputi:sisa gugusan sel ( hyalin, epitel, granul darah ), leukosit, eritrosit, spermatozoa, filamen uretra, fibrin, mikroorganisme. Sedimen an-organik melipputi senyawa urat dan kristal-kristal ( magnesium, fosfat, kalsium oksalat, kalsium fosfat ), kolestrol dan lain-lain.
ii. Uji karakteristik urin
• Sedikit urin diambil kemudian diamati warna serta bau urin
• pH urin diukur dengan menggunakan indikator universal
• bobot jenis urin ditentukan dengan menggunakan piknometer dengan cara piknometer kosong ditimbang (dalam keadaan bersih dan kering), diperoleh nilai W1.
• Kemudian piknometer tersebut di isi dengan aquadest bebas gas, bagian luar piknometer di lap sampai kering, kemudian ditimbang. Di peroleh nilai W2.
• Air dari piknometer tersebut dibuang kemudian piknometer dibilas dengan alkohol dan dikeringkan.
• Setelah kering, piknometer di isi dengan sampel urin, kemudian ditimbang. diperoleh nilai W3.
iii. Analisa kimia zat-zat yang terlarut dalam urin
a. Penetapan urea
• 2 tetes urin diteteskan pada kaca obyek
• Pada sampel urin tersebut di teteskan 2 tetes asam nitrat
• Kemudian dipanaskan perlahan-lahan atau dibiarkan cairan menguap
• Dan diamati adanya kristal rhombis atau hexagonal dari urea nitrat
b. Penetapan ion klorida
• 5 ml urin dimasukan ke dalam tabung reaksi
• Kedalam tabung reaksi yg telah berisi urin tersebut ditambahkan beberapa tetes perak nitrat.
• Kemudian jika terjadi kekruhan atau endapan putih menunjukan adanya ion klorida
c. Penetapan aseton
• 3 ml urin dimasukan kedalamn tabung reaksi
• Sampel urin tersebut dibasakan dengan cara menambahkan beberapa tetes larutan NaOH
• Kemudian ditambah kan beberapa tetes larutan Na-nitroprusid dan kocok.
• Ditambahkan beberapa tetes asam asetat pekat kemudian dikocok.
• Apabila terjadi warna ungu sampai merah ungumenunjukan adanya aseton. Sedangkan warna merah menunjukan adanya alkohol, asam asetat, aldehid dan asam diasetat ( badan keton ).
d. Penetapan gula pereduksi
• 1 ml fehling dimasukan kedalam tabung reaksi.
• Di encerkan dengan 4 ml air suling dan panaskan perlahan.
• Kedalam tsabung reaksi tersebut, di tambah kann urin sebanyak 1 ml sedikit demi sedikt, sampai warna biru tepat hilang.
• Terjadinya endapan merah bata menunjukan adanya gu;la perduksi
e. Penetapan kualitatif albumin
• Urin dimasukan ke dalam tabung reaksi kira-kira sampai ¼ isi tabung didihkan perlahan-lahan, apa yang terjadi di amati.
• Ke dalam tabung reaksi tersebut di tambah kan 2 sampai 3 tetes larutan asam asetat:air ( 1 : 1 ), kemudian di kocok.
• Terjadinya kekeruhan menunjukan adanya albumin. Tingkat kekeruhan setar dengan jumlah albumin yang ada.




V. Data Pengamatan
Tabel
Hasil pengamatan urin dari Awal Nurinsanotaki
Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Literatur
Warna Kuning Normal
Kejernihan Jernih Normal
pH 7,0 Normal
Bau Aromatik Normal
Bobot jenis 1,025g Normal
Mikroskopik Sel epitel dan lemak Normal
Urea + (ada) Normal
Ion klorida + (ada) Normal
Aseton - (tidak ada) Normal
Gula pereduksi - (tidak ada) Normal
Albumin - (tidak ada) Normal


Tabel
Hasil pengamatan urin dari Rafiqah Elmi
Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Literatur
Warna Kuning muda Normal
Kejernihan Jernih Normal
pH 7,0 Normal
Bau Aromatik Normal
Bobot jenis 1,017 Normal
Mikroskopik Sel epitel dan lemak Normal
Urea + (ada) Normal
Ion klorida + (ada) Normal
Aseton - (tidak ada) Normal
Gula pereduksi - (tidak ada) Normal
Albumin - (tidak ada) Normal


VI. Gambar sistem ekskresi urinari








VII. Pembahasan
i. Pengamatan mikroskopik urin
Urin yang telah disentrifugasi diambil sedimennya dan dilihat di mikroskop ternyata terdapat sel epitel berwarna biru dan sel-sel epitel yang telah terpecah berwarna biru serta terlihat adanya lemak berwarna biru juga. Sel epitel pada urin merupakan unsur sedimen organik yang dalam keadaan normal didapatkan dalam sedimen urin. Dalam keadaan patologik jumlah epitel ini dapat meningkat, seperti pada infeksi, radang dan batu dalam saluran kemih. Tetapi Eritrosit atau leukosit di dalam sedimen urin tidak ditemukan. Mungkin eritrosit dan leukosit dapat ditemukan dalam urin wanita yang haid atau berasal dari saluran kernih. Dalam keadaan normal tidak dijumpai eritrosit dalam sedimen urin, sedangkan leukosit hanya terdapat sedikit dan pada wanita dapat pula karena kontaminasi dari genitalia. Adanya eritrosit dalam urin disebut hematuria. Hematuria dapat disebabkan oleh pendarahan dalam saluran kemih, seperti infark ginjal, nephrolithiasis, infeksi saluran kemih dan pada penyakit dengan diatesa hemoragik. Terdapatnya leukosit dalam jumlah banyak di urin disebut piuria. Keadaan ini sering dijumpai pada infeksi saluran kemih atau kontaminasi dengan sekret vagina pada penderita dengan fluor albus.

ii. Uji karakteristik urin
Pada pengujian uji karakteristik urin, kedua urin yang diuji memiliki warna kuning jernih , pH 7,0 serta memiliki bobot 1,025 dan 1,017 yang menunjukan bahwa urin tersebut normal. Karena urin normal yaitu urin yang memiliki warna kuning jernih, pH sekitar 4,8-7,5. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urin bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak akan menyebabkan urin bersifat basa. Dan bobot urin normal 1,002-1,035. Bobot jenis suatu larutan tergantung pada sifat maupun jumlah partikel terlarut yang ada di dalamnya.

iii. Analisa kimia zat-zat yang terlarut dalam urin
a. Penetapan urea
Hasil pengamatan pada urin yang kami uji ternyata ditemukan adanya amonia dan urea. Adanya kandungan amonia ini dapat diketahui dengan mencium bau dari urin tersebut setelah dipanaskan. Pada urin, baik normal ataupun tidak secara umum mengandung amonia. Urin yang berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea. Amonia dari urin berasal dari proses deaminase asam amino menjadi gugus amin. Gugus amin yang terlepas dari gugus karbon ini kemudian akan memasuki siklus urea pada hati dan ginjal, yang kemudian akan dikeluarkan bersama urin. Sedangkan adanya kandungan urea diketahui dari adanya perubahan bentuk kristal dari urin yang dikeringkan adanya kristal-kristal berbentuk titik-titik kecil (kristal urea oksalat). Adanya urea pada urin menandakan urin tersebut normal karena pada dasarnya cairan yang tersisa dari proses metabolisme tubuh mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Pada berbagai literatur dikatakan bahwa urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik.
b. Penetapan ion klorida
Urin yang diuji keduanya terdeteksi adanya ion klorida. Pada saat urin dicampur dengan AgNO3 pada tabung reaksi terbentuk endapan putih (AgCl) yang menunjukan adanya ion klorida (Cl-) yang berasal dari urin yang diikat oleh Ag+ dari AgNO3. Dalam urin normal terdapat ion klorida yang berasal dari garam-garam pada cairan interstitial tubuh. Garam-garam ini diperlukan oleh tubuh untuk menjaga homeostatis cairan tubuh. Kelebihan garam-garam ini seperti akan dikeluarkan melalui urin berupa ion-ion seperti ion Na+ dan ion Cl-. Jadi, urin yang diuji temasuk urin normal karena mengendung ion klorida.
c. Penetapan aseton
Pada percobaan ini tidak didapatkan aseton pada urin yang diuji. Setelah urin dicampur dengan NaOH dan beberapa tetes Na-nitroprusid serta asam asetat pekat urin tidak berubah warna, warna urin tetap kuning. Apabila urin berubah warna menjadi ungu sampai merah ungu artinya urin mengandung aseton. Biasanya uji keton positif dapat dijumpai pada Asidosis diabetic (ketoasidosis), kelaparan atau malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian janin. Atau adanya pengaruh obat seperti asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein).
d. Penetapan gula pereduksi
Percobaan penetapan terhadap gula pereduksi pada urin yang diamati menunjukkan bahwa urin tersebut tidak terdapat adanya gula pereduksi yang ditunjukan oleh tidak terbentuknya endapan merah bata pada urin yang telah dicampur dengan larutan Benedict, sehingga hasil dari urin tersebut negatif artinya tidak mengandung penyakit diabetes. Biasanya pada penyakit diabetes terdapat pengeluaran glukosa dari darah dan diikuti dengan kenaikan volume urin. pada urin orang diabetes biasanya terdapat protein dan glukosa. Bila dalam urin tersebut terdapat protein dan glukosa akan menunjukkan adanya gangguan dalam ginjal. Seharusnya glukosa diserap seutuhnya oleh tubuh yang digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pembentukan energi. Akan tetapi adanya ganguan seperti rendahnya kadar hormon insulin dapat mengurangi penyerapan glukosa tersebut sehingga glukosa akan menjadi tinggi dalam darah dan akhirnya dikeluarkan bersama urin.
e. Penetapan kualitatif albumin
Albumin digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya kandungan protein dalam urin. Albumin merupakan suatu protein yang memiliki ukuran molekulnya cukup besar. Urin yang mengandung Albumin menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak sempurna. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa urin yang kita uji tidak mengandung protein. Hal ini dibuktikan dengan cara setelah dipanaskan, warna urin tetap kuning bening meskipun telah ditambahkan asam asetat glasial. Ini berarti kinerja ginjal masih berfungsi dengan baik dan bisa menfiltrat protein yang masuk ke dalam ginjal. Indikator adanya Albumin dalam urin ditandai dengan terdapatnya cincin putih diantara Asam asetat pekat dan Urin. Albumin merupakan salah satu protein utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Kadar albumin normal dalam urin berkisar antara 0-0,04 gr/L/hari. Keberadaan albumin dalam urin dengan jumlah yang melebihi batas normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam proses metabolisme tubuh.
VIII. Kesimpulan

• Pembentukan urin terjadi di ginjal melalui serangkaian proses, yaitu: penyaringan (filtrasi), penyerapan kembali (reabsorbsi) dan augmentasi
• Dari hasil percobaan urin yang kami uji keduanya merupakan urin normal tidak ada gangguan pada sistem ekskresinya
• Pada urin terdapat urea dan ion klorida yang menunjukan bahwa urin normal
• Urin tidak mengandung glukosa, aseton dan albumin
• Urin pada setiap orang mempunyai sifat yang berbeda tergantung pada makanan yang dikonsumsi, baik tidaknya kerja organ ekskresinya dan kandungan urin itu sendiri
• Urin yang mengandung glukosa menunjukan adanya penyakit diabetes mellitus
• Sel epitel pada urin merupakan unsur sedimen organik yang dalam keadaan normal didapatkan dalam sedimen urin
• warna kuning jernih , pH 7,0 serta memiliki bobot 1,025 dan 1,017 yang menunjukan bahwa urin tersebut normal.

















IX. Daftar Pustaka

D.A. Pratiwi, 1997.Biologi SMU 2. Cetakan kedua, Jakarta : Erlangga
Ganong, W. F. Fisiologi Kedokteran edisi 14. Penerbit buku kedokteran. EGC. alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto.
http://bagiilmunohara.blogspot.com/2009/04/uji-urin.html diakses pada tanggal 09/03/2011
http://www.docstoc.com/docs/24556831/02-Bab-1 diakses pada tanggal 09/03/2011
http://zieshila.wordpress.com/ibu-dan-anak/sistem-ekskresi-pada-manusia/ diakses pada tanggal 11/03/2011
http://www.smallcrab.com/kesehatan/795-penilaian-hasil-pemeriksaan-urine/ diakses pada tanggal 11/09/2011